“Mengasihi Sesama dan Hidup dalam Perbedaan”
“Mengasihi Sesama dan Hidup
dalam Perbedaan”
Sebagai para pengikut Kristus kita hendaknya hidup
dengan damai bersama orang lain yang tidak memiliki nilai yang sama dengan kita
karena lewat Perbedaan Kuasa Allah dinyatakan.
Syaloom, salam damai untuk kita
semua, kembali lagi bersama kami PP-GPI Jemaat Elim Abepura, Puji dan Syukur
Kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena lewat kuasa-Nya artikel
yang kami tuliskan disaat ini dapat terselesaikan, lewat artikel ini kami ingin
membahas tentang “Mengasihi Sesama Dan Hidup Dalam Perbedaan”. Apakah Orang
Kristen yang hidup di zaman modern ini masih tetap teguh memegang Taurat Tuhan?
Atau tidak? Mari kita bahas secara terperinci.
Di zaman yang modern ini kehidupan
iman orang-orang Kristen mulai tergoyahkan, hidup saling mengasihi hampir tak
lagi ada, rasa iri, dengki, angkuh dan ingin menang sendiri kadang memperhamba
umat percaya hal ini timbul dikarenakan kita tak lagi se ia sekata dalam
membangun Kerajaan Allah di tengah-tengah Dunia ini terkadang kita sebagai
Orang Percaya saling Membeda-bedakan, Entah itu dari Suku, Ras, Golongan atau
pun Agama. Apakah ini yang diajarkan Taurat Tuhan kepada kita ? Tentu tidak
karena didalam kita Roma mengatakan tak ada satu pun perbedaan diantara manusia
(Roma 3:22 “yaitu
kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya.
Sebab tidak ada perbedaan”).
Di hari-hari terakhir pelayanan
fana-Nya, Yesus pun memberikan kepada para murid-Nya apa yang Dia sebut “Perintah Baru” (Yohanes 13:34). Diulangi tiga kali, perintah
itu sederhana namun sulit: “Saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi
kamu” (Yohanes 15:12; lihat juga ayat 17). Ajaran untuk saling mengasihi telah
menjadi ajaran sentral dari pelayanan Juruselamat. Perintah besar kedua adalah “Kasihilah sesamamu
manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39). Yesus bahkan mengajarkan, “Kasihilah musuhmu” (Matius 5:44). Tetapi perintah untuk mengasihi
orang lain sebagaimana Dia telah mengasihi kawanan domba-Nya adalah
bagi para murid-Nya dan bagi kita sebuah tantangan yang unik.
Mengapa begitu sulit untuk saling
memiliki kasih seperti Kristus? Itu sulit karena kita harus hidup di antara
mereka yang tidak memiliki kepercayaan dan nilai dan kewajiban perjanjian yang
sama dengan kita. Dalam Doa Safaat-Nya yang agung, diucapkan sesaat sebelum
Penyaliban-Nya, Yesus berdoa bagi para pengikut-Nya: “Aku telah memberikan
firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari
dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia” (Yohanes 17:14). Kemudian, kepada Bapa Dia memohon,
“Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya
Engkau melindungi mereka daripada yang jahat” (ayat 15).
Kita harus hidup di dunia namun tidak menjadi dari dunia.
Kita harus hidup di dunia karena, sebagaimana Yesus ajarkan dalam sebuah
perumpamaan, kerajaan-Nya adalah “seperti ragi,” yang fungsinya adalah untuk
menggembungkan seluruh adonan melalui pengaruhnya (lihat Lukas 13:21; Matius 13:33; lihat juga1 Korintus 5:6–8). Para pengikut-Nya
tidak dapat melakukan itu jika mereka bergaul hanya dengan mereka yang memiliki
kepercayaan dan kebiasaan yang sama. Namun Juruselamat juga mengajarkan bahwa
jika kita mengasihi Dia, kita akan menaati perintah-perintah-Nya (lihatYohanes 14:15).
Injil memiliki banyak ajaran mengenai
menaati perintah sementara hidup di antara orang-orang yang berbeda kepercayaan
dan kebiasaan. Ajaran mengenai perselisihan adalah penting, Dia mengajarkan
asas besar ini: “Dan
tidak akan ada perbantahan di antara kamu, seperti yang telah ada hingga kini;
tidak juga akan ada perbantahan di antara kamu mengenai pokok-pokok ajaran-Ku,
seperti yang telah ada hingga kini. Karena sesungguhnya, sesungguhnya Aku
berfirman kepadamu, dia yang memiliki semangat perselisihan bukanlah
dari-Ku, tetapi dari iblis, yang adalah bapa perselisihan, dan dia menghasut
hati manusia untuk berselisih dengan amarah, satu sama lain.
Juruselamat memperlihatkan caranya
ketika para lawan-Nya menghadapkan kepada-Nya perempuan yang telah “tertangkap
basah ketika ia sedang berbuat zina” (Yohanes 8:4). Ketika merasa malu dengan
kemunafikan mereka sendiri, para penuduh itu menarik diri dan meninggalkan
Yesus sendirian dengan perempuan itu. Dia memperlakukan perempuan itu dengan
kebaikan hati dengan menolak untuk menghukum dia pada waktu itu. Tetapi Dia
juga dengan tegas mengarahkan dia untuk “jangan berbuat dosa lagi” (Yohanes 8:11). Kebaikan hati yang penuh kasih
diperlukan, namun pengikut Kristus—sama seperti sang Guru—akan teguh dalam
kebenaran.
Dalam begitu banyak
hubungan dan keadaan dalam kehidupan, kita harus hidup dengan perbedaan. Di
mana penting, pihak kita terhadap perbedaan-perbedaan ini seharusnya tidak
diingkari atau ditinggalkan, namun sebagai para pengikut Kristus kita hendaknya
hidup dengan damai bersama orang lain yang tidak memiliki nilai yang sama
dengan kita atau menerima ajaran-ajaran yang diatasnya itu dilandaskan. Rencana
keselamatan Bapa, yang kita ketahui melalui wahyu kenabian, menempatkan kita
dalam keadaan fana di mana kita harus menaati perintah-perintah-Nya.
Itu mencakup mengasihi sesama kita dari budaya, suku dan kepercayaan yang
berbeda sebagaimana Dia telah mengasihi kita. Hal ini
juga dibenarkan
dalam Roma 10:12. Sebab tidak ada perbedaan antara orang
Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari semua
orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya.
Betapa pun sulitnya
hidup dalam perbedaan sekitar kita, perintah Juruselamat kita untuk saling
mengasihi sebagaimana Dia mengasihi kita mungkin merupakan tantangan terbesar
kita. kami berdoa semoga kita semua dapat memahami ini dan berupaya untuk
menjalankannya dalam semua hubungan dan keakraban, dalam nama Yesus Kristus,
amin.
Komentar